BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Mastitis adalah infeksi pada
jaringan payudara yang menyebabkan nyeri payudara, pembengkakan, kehangatan dan
kemerahan dari payudara. Mungkin juga mengalami demam dan menggigil. Mastitis adalah suatu kondisi yang
menyebabkan jaringan payudara wanita untuk menjadi menyakitkan dan meradang.
Biasanya dapat diobati dengan mudah, tetapi penting untuk menemui dokter jika
Anda berpikir Anda memiliki penyakit ini. Mastitis paling sering terjadi pada
wanita menyusui. Sampai dengan 1 dari setiap 10 wanita yang menyusui terkena
mastitis, biasanya dalam tiga bulan pertama setelah melahirkan. Mastitis
berhubungan dengan menyusui kadang-kadang disebut laktasi mastitis atau
"mastitis puerperalis" oleh dokter. Kadang-kadang mastitis
menyebabkan seorang ibu untuk menyapih bayinya sebelum ia bermaksud untuk
melakukannya. Tapi Anda dapat terus menyusui saat Anda mengalami mastitis. Namun,
perempuan yang tidak menyusui juga dapat mengembangkan mastitis. Wanita
non-menyusui sering memiliki jenis yang disebut "mastitis
periductal".
Studi
terbaru menunjukkan kasus mastitis meningkat hingga 12 – 35 % pada ibu yang
puting susunya pecah-pecah dan tidak diobati dengan antibiotik. Namun bila
minum obat antibiotik pada saat puting susunya bermasalah kemungkinan untuk
terkena mastitis hanya sekitar 5 % saja. Menurut penelitian Jane A. Morton, MD
tahun 2002,bahwa kasus mastitis terjadi pada tahun pertama sesuai persalinan
yakni sekitar 17,4 % dan sekitar 41 %. Kasus mastitis
justru terjadi pada bulan pertama setelah melahirkan (Jane A. Morton MD, 2002).
Penelitian terbaru menyatakan bahwa mastitis dapat
meningkatkan risiko penularan HIV melalui menyusui. Mastitis dan abses payudara
dapat terjadi pada semua populasi, dengan tanpa kebiasaan menyusui, tetapi
biasanya dibawah 10 % sebagian besar laporan menunjukkan bahwa 75 % sampai 95 %
kasus terjadi dalam 12 minggu pertama. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di
RSUD dr.R.Soedarsono tahun 2009, diketahui jumlah ibu nifas tahun 2009-2010
yaitu ada 8725 orang.
Terjadinya
mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI)
akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan
alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI
menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.
Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu
respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan
memudahkan terjadinya infeksi. Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu
melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke
kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen
(pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus,
Escherecia coli dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan pula mastitis
tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah
endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
Dengan semakin berkembangnya ilmu
kesehatan, ada beberapa penatalaksaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi Mastitis, Tata laksana
mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu. Aliran ASI yang baik
merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis karena stasis ASI merupakan
masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih
sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa
sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian
sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah
menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara
sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang
mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.
Dari uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang
kasus Thypus Abdominalis dan bagaimana Asuhan Keperawatan yang diberikan
pada penderita Thypus Abdominalis.
1.2
Batasan Masalah
Asuhan keperawatan pada Ny. S yang mengalami Mastitis di
Ruang Nifas RSUD Dr.R.Soedarsono – Pasuruan.
1.3
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah adalah “Bagaimana
asuhan keperawatan pada Ny. S yang mengalami Mastitis
di Ruang Nifas RSUD Dr.R.Soedarsono – Pasuruan?”
1.4
Tujuan Penulisan
1.4.1
Tujuan Umum
Melaksanakan
asuhan keperawatan pada Ny. S yang mengalami Mastitis di Ruang Nifas
RSUD Dr.R.Soedarsono – Pasuruan.
1.4.2
Tujuan Khusus
1.
Melakukan pengkajian pada Ny. S yang mengalami Mastitis di Ruang Nifas
RSUD Dr.R.Soedarsono – Pasuruan.
2.
Merumuskan diagnosa keperawatan
pada Ny. M yang mengalami Mastitis di Ruang Nifas RSUD Dr.R.Soedarsono – Pasuruan.
3.
Menyusun rencana asuhan keperawatan
pada Ny. M yang mengalami Mastitis di Ruang Nifas RSUD Dr.R.Soedarsono – Pasuruan.
4.
Melakukan tindakan keperawatan pada Ny. S yang mengalami Mastitis di Ruang Nifas
RSUD Dr.R.Soedarsono – Pasuruan.
5.
Mengevaluasi tindakan keperawatan pada Ny. S yang mengalami Mastitis di Ruang Nifas
RSUD Dr.R.Soedarsono – Pasuruan.
1.5
Manfaat Penulisan
1.5.1
Praktis
Untuk
mengembangkan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan demi membantu petugas
rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan ilmu dan
keterampilan yang terus diperbarui serta dijadikan bahan diskusi antar perawat
di Ruang Nifas RSUD Dr. R. Soedarsono
– Pasuruan.
Sebagai
bahan rujukan atau pedoman bagi klien dan keluarga dalam menangani masalah
klien secara mandiri setelah kepulangannya dari rumah sakit.
1.5.2
Teoritis
Hasil
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menjadi bahan kepustakaan memberikan
sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu kesehatan serta teori –
teori kesehatan khususnya dalam upaya penerapan asuhan keperawatan pada klien
dengan Mastitis.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Mastitis adalah suatu kondisi yang
disebut ketika jaringan di payudara Anda menjadi menyakitkan dan meradang. (Hal
ini biasanya mempengaruhi hanya satu payudara pada setiap kejadian.) Daerah
yang terdampak mastitis di payudara mungkin berwarna merah, sakit, perih ketika
disentuh, atau biasanya terasa hangat. Pembengkakan bisa jadi atau mungkin juga
tidak disebabkan oleh infeksi. Tanda-tanda infeksi termasuk menggigil, demam
101 derajat Fahrenheit (38,3 derajat celcius) atau lebih tinggi, dan rasa
kelelahan.
Menurut Mayoclinic, Mastitis adalah infeksi pada jaringan
payudara yang menyebabkan nyeri payudara, pembengkakan, kehangatan dan
kemerahan dari payudara. Jika Anda memiliki mastitis, Anda juga mungkin
mengalami demam dan menggigil. Mastitis paling sering menyerang wanita yang
sedang menyusui (mastitis laktasi), meskipun kadang-kadang kondisi ini bisa
terjadi pada wanita yang tidak menyusui.
2.2 Etiologi
Dua penyebab
utama mastitis adalah
Stasis ASI dan
infeksi. Stasis ASI biasanya
merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang menuju infeksi. Gunther pada tahun 1958,
menyimpulkan dari pengamatan klinis
bahwa mastitis diakibatkan
stagnasi ASI di dalam payudara dan bahwa
pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah
keadaan tersebut. Ia mengatakan bahwa infeksi
bila terjadi bukan primer, tetapi diakibatkan oleh stagnasi ASI sebagai media
pertumbuhan bakteri (WHO, 2003).
Penyebab radang payudara bagi wanita
menyusui ialah karena adanya penumpukan susu. Penumpukan susu ini dikenal
dengan susu stasis. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya penumpukan
susu atau susu stasis. Hal tersebut diantaranya adalah bayi tidak benar melekat
payudara selama menyusui dan bayi tidak sepenuhnya menyedot susu dari payudara.
Selain itu penumpukan susu juga dapat disebabkan oleh adanya bakteri. ASI yang
masih segar biasanya tidak menyediakan lingkungan yang baik di mana bakteri
dapat berkembang biak . Dan susu stasis
dapat menyebabkan susu stagnan dan menjadi terinfeksi. Hal ini dikenal sebagai
mastitis infektif.
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh
bakteri yang banyak ditemukan pada
kulit normal (staphylococos aureus). Bakteri sering sekali
berasal dari mulut bayi dan masuk kedalam saluran air susu melalui retakan atau robekan
dari kulit (biasanya pada puting susu) perubahan hormonal didalam tubuh
wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel mati. Saluran yang
terlambat menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi
(Anonim, 2007).
Sementara itu, pada wanita yang tidak
menyusui, radang payudara atau Mastitis yang terjadi bisa disebabkan karena
adanya infeksi yang akibat kerusakan pada puting. Hal ini dapat terjadi sebagai
akibat dari bakteri masuk ke saluran susu melalui retak atau sakit puting.
2.3 Pathofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan
peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI
tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan
mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan,
sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama
protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan
selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI,
adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman
yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke
kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen
(pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus,
Escherecia coli dan Streptococcus. Kadangkadang ditemukan pula mastitis
tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada
daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
Faktor
risiko terjadinya mastitis antara lain:
1.
Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
2.
Puting lecet. Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa
nyeri yang membuat kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara
sempurna.
3.
Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang
pendek. Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya
minum sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
4.
Pengosongan payudara yang tidak sempurna
5.
Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang
hanya mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit
diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
6.
Ibu atau bayi sakit.
7.
Frenulum pendek.
8.
Produksi ASI yang terlalu banyak.
9.
Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat
bepergian.
10. Penekanan
payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada mobil.
11. Sumbatan
pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan kulit, dan
lain-lain.
12. Penggunaan
krim pada puting.
13. Ibu
stres atau kelelahan.
14. Ibu
malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah.
2.4 Gambaran Klinis
Mastitis biasanya
ditandai dengan gejala sebagai berikut:
a. Permukaan kulit payudara
seperti meregang
b. Demam dengan suhu lebih
dari 38,5oC, terkadang hingga menggigil.
c. Nyeri atau ngilu seluruh
tubuh
d. Payudara menjadi
kemerahan, tegang, panas, bengkak, terasa keras saat diraba dan nyeri.
e. Timbul garis-garis merah
ke arah ketiak.
f. Terjadi peningkatan
kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa
asin.
Berdasarkan respon radang yang terjadi :
1.
Bendungan
Terjadi
karena payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan.Sehingga
aliran vena dan limfatik tersumbat,aliran susu terhambat,terjadi tekanan pada
saluran ASI dan alveoli meningkat.Sehingga menyebabkan payudara bengkak dan
edematus
2.
Sumbatan saluran payudara
Terjadi
akibat obsruksi benda padat,tetap dapat pula terjadi akibat pengeluaran ASI
yang tidak efisien dari bagian payudara
3.
Mastitis Noninfeksiosa
Terjadi
karena peningkatan interleukin,sehingga terjadi respon inflamasi pada jalur
para seluler yang berhubungan erat dengan sel pensekresi ASI di alveoli
payudara
4.
Faktor Imun dalam ASI
Terjadi
akibat rendahnya sejumlah factor protektif dalam ASI,sehingga pertahanan yang
efektif berkurang
5.
Mastitis Infeksiosa
Terjadi
bila stasis ASI tidak sembuh,dan proteksi oleh factor imun dalam ASI dan oleh
respon inflamasi kalah.
6.
Mastitis Subklinis
Diagnosisnya
dari adanya peningkatan rasio natrium-kalium dalam ASI,dan peningkatan
konsentrasi interleukin.Peningkatan tersebut dapat menunjukkan bahwa sedang
terjadi respon inflamasi,walaupun tidak ada tanda klinis
7.
Abses Payudara
Payudara
yang laktasi,seperti jaringan terinfeksi lain,melokalisasi infeksi dengan
membentuk sawar jarinagn granulasi yang mengelilinginya.Jaringan ini akan
menjadi kapsul abses,yang terisi dengan pus.Terdapat benjolan yang membengkak
yang sangat nyeri dengan kemerahan,panas,edema kulit di atasnya.Bila tidak
segara ditangani benjolan akan akan menjadi berfluktuasi dengan perubahan warna
kulit dan nekrosis.
2.5
Pengelolaan Kasus
Komplikasi
Penanganan mastitis karena terjadinya
infeksi pada payudara tidak sempurna, maka infeksi akan
makin berat sehingga terjadi abses dengan
tanda payudara berwarna merah
mengkilat dari sebelumnya saat baru
terjadi radang, ibu merasa lebih sakit, benjolan lebih
lunak karena berisi nanah (Suherni, 2009).
Menurut Retna (2008) benjolan pada
payudara nyeri tekan ada atau tidak, ada kelainan bentuk ada atau tidak,
bengkak ada atau tidak terdapat
nyeri tekan. Pada kasus ibu
nifas dengan mastitis terjadi perubahan berupa
pembesaran payudara atau bengkak, memerah, dan tampak jelas gambaran pembuluh darah di
permukaan kulit bertambah dan terdapat luka atau lecet pada puting susu.
a.
Penghentian menyusui dini
Mastitis dapat menimbulkan berbagai
gejala akut yang membuat seorang ibu memutuskan untuk berhenti menyusui.
Penghentian menyusui secara mendadak dapat meningkatkan risiko terjadinya
abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat yang mereka konsumsi tidak aman
untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang efektif, informasi yang
jelas dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga sangat diperlukan saat ini.
b.
Abses
Abses merupakan komplikasi mastitis
yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila
terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun ibu telah
diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih
3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan
untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat
dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik
sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial. Pada
abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan
ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga
perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
c.
Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya
disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus
benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta
mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan
antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui
d.
Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis
berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida albicans. Keadaan ini sering
ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya
didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang
saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal. Puting
mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik
adalah mengoles nistatin krem yang juga mengandung kortison ke puting dan
areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral
pada saat yang sama.
Penatalaksanaan
mastitis
Menurut Varney
(2007), penatalaksanaan mastitis
adalah sebagai berikut:
1)
Seringnya
menyusui dan mengosongkan payudara
untuk mencegah statis.
2)
Memakai bra dengan
penyangga tetapi tidak
terlalu sempit, jangan
menggunakan bra dengan kawat di bawahnya.
3)
Perhatian
yang cermat untuk
mencuci tangan dan
merawat payudara.
4)
Pengompresan dengan air hangat pada area yang efektif
pada saat menyusui untuk memfasilitasi aliran susu.
5)
Meningkatkan pemasukan cairan
6)
Membantu
kebutuhan prioritas ibu
untuk mengurangi stress
dan kelelahan dalam kehidupannya.
7)
Antibiotik, penisilin jenis penicillinase resisten atau
cephalosporin. Erythromicin dapat
digunakan jika wanita
alergi terhadap penisilin.
8)
Memberi dukungan
pada ibu.
Pencegahan
Mastitis
Menurut
Bahiyatun (2008), pencegahan mastitis meliputi:
1)
Perawatan payudara pascanatal secara teratur untuk
menghindari terjadinya statis aliran Air Susu Ibu (ASI).
2)
Posisi menyusui yang diubah-ubah.
3)
Menggunakan
bra/ BH yang
menyangga dan membuka
bra tersebut ketika terlalu menekan payudara.
4)
Susukan dengan adekuat.
Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu diperlukan. World Health
Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada
beberapa keadaan yaitu bila:
a.
pengobatan dengan antibiotik tidak -- memperlihatkan
respons yang baik dalam 2 hari
b.
terjadi mastitis berulang
c.
mastitis terjadi di rumah sakit
d.
penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang
berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar
tengah hasil dari perahan tangan yang langsung ditampung menggunakan penampung
urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan
tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di
kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa
penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan
tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.
Penggunaan
obat-obatan
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk
mengkonsumsi obat, ibu dengan mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa
obat sesuai indikasi.
1.
Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor
penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna dalam proses pengeluaran ASI.
Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang
dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih
efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan
parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak
terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami
mastitis.
2.
Antibiotik
Jika gejala mastitis masih ringan
dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka perawatan konservatif (mengalirkan ASI
dan perawatan suportif) sudah cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan
gejala dalam 12 - 24 jam atau jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus
segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah dikloksasilin
atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai
waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih banyak efek sampingnya ke
hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral lebih dianjurkan karena
pemberian secara intravena sering menyebabkan peradangan pembuluh darah.
Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap penisillin tetapi
untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan klindamisin.
Antibiotik diberikan paling sedikit
selama 10 - 14 hari. Biasanya ibu menghentikan antibiotik sebelum waktunya
karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya mastitis
berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup lama
dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina.
Pada penelitian yang dilakukan
Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian antibiotik disertai dengan pengosongan
payudara pada mastitis mempercepat penyembuhan bila dibandingkan dengan
pengosongan payudara saja. Sedangkan penelitian Jimenez dkk. memperlihatkan
bahwa pemberian Lactobacillus salivarius dan Lactobacillus gasseri mempercepat
perbaikan kondisi klinik pada kasus mastitis yang sementara mendapat antibiotik.
2.6
Asuhan Keperawatan
Teoritis
1.
PENGKAJIAN
A.
IDENTITAS
Nama
Klien : Ny. S
Nama Suami : Tn. N
Umur : 24 tahun Umur : 27 tahun
Kebangsaan :
Indonesia Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMK Pendidikan : SMK
Pekerjaan : IRT Pendidikan : Karyawan
Alamat
Kantor: Tidak ada Alamat
Kantor : Mampang
Alamat
Rumah: Jln. Duren Tiga no.20 Jakarta Selatan
B.
ANAMNESA
Pada
tanggal: 15 Desember 2010 oleh:
Bd. Julia
1. Keluhan klien : Demam, nyeri dan bengkak pada payudara.
2. Riwayat persalinan & kehamilan:
a.
Jenis Persalinan : Spontan Indikasi : Tidak ada
Tanggal: 3 Desember 2010 Pukul: 10.30 WIB
b.
Jenis Kelamin
: Laki-laki BB : 2900 gr PB : 50 cm
Keadaan
Anak : Sehat
c.
Proses Persalinan
Ketuban : Pecah Spontan Warna : Putih Jernih
Kala
I : 6 jam 15 menit
Kala
II : -jam 10 menit
Kala
III : -jam 15 menit
Kala
IV : Perineum : Tidak Rupture Jahitan :
Tidak Ada
Anasthesi
yang digunakan : Tidak Ada
d.
Jumlah Perdarahan
Kala
I : 50cc
Kala
II : 125 cc
Kala
III : 100cc
Kala
IV : 75 cc
Total : 350 cc
e.
Penyulit & Komplikasi
Hipertensi : Tidak ada
Kejang : Tidak ada
Hipertensi : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
f.
Tindakan/ Pengobatan pada masa persalinan : Oksitosin
g.
Buang Air Kecil : Spontan berkemih
h.
Buang Air Besar : Belum
C.
PEMERIKSAAN
1.
Keadaan Umum : Baik
2.
Keadaan Emosional : Stabil
3.
Tanda-tanda vital
TD : 110/70 mmHg Nadi : 84x/ menit
Suhu : 37,50C RR : 20x/menit
4. Payudara
Pembesaran : Tampak membesar dan
simetris
Pengeluaran : Kolostrum
5. Uterus
TFU : 2 jari di bawah pusat Kontraksi Uterus : Baik
Konsistensi
Uterus: Kenyal
Posisi Uterus : Baik
6. Pengeluaran Lokhia
Warna : Rubra Jumlah : + 2 softex
Bau : Amis
Konsistensi : Cair
7. Perineum : Tidak ada rupture
8. Kandung Kemih : Kosong, sudah spontan berkemih
9. Ekstremitas :
Oedem : -/- Refleks : +/+
Kemerahan : Tidak Ada
D.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah : HB: 11 gr%
Leukosit : Tidak diperiksa
Urine : Tidak diperiksa
Lain-lain : Tidak ada
I.
PENGKAJIAN
TFU 2
jari di bawah pusat, kontraksi uterus baik, lokhia lubra, jumlah + 2 softex,
mammae agak keras, membesar dan bengkak, ada kemerahan, kolostrum (+).
Klien
mengatakan demam, nyeri dan bengkak pada payudara,
II.
IDENTIFIKASI, DIAGNOSA, MASALAH DAN KEBUTUHAN
Diagnosa : Infeksi mamme
Dasar : Mammae bengkak da nada
kemerahan.
Masalah : Demam, nyeri dan bengkak pada
payudara.
Dasar : Klien mengatakan demam, nyeri dan
bengkak pada payudaranya.
Kebutuhan : Penyuluhan tentang perawatan payudara.
Dasar : Nyeri dan bengkak pada
payudara.
III.
IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
Tidak
ada
IV.
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA
Tidak
ada
V.
PERENCANAAN
1.
Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu.
2.
Beri penyuluhan tentang perawatan payudara.
3.
Ajarkan ibu untuk merawat payudara.
4.
Anjurkan ibu untuk makan-makanan yang bergizi dan
istirahat yang cukup.
5.
Beri therapi sesuai dengan kebutuhan ibu.
6.
Anjurkan melakukan kunjungan ulang segera jika ada
keluhan.
VI.
PELAKSANAAN
1.
Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa, ada
infeksi pada payudara,
TD : 110/70 mmHg Nadi : 84x/ menit
2.
Memberi penyuluhan tentang perawatan payudara.
a.
Usahakan payudara tetap kering sehabis menyusui,
b.
Biarkan bayi menyusui dengan posisi yang benar,
c.
Jagalah kebersihan diri.
d.
Mengenakan bra yang tidak terlalu ketat dan sesuai
dengan ukuran payudara.
3.
Mengajarkan ibu untuk merawat payudara.
a.
mengompres payudara dengan kain basah yang hangat
selama 5 menit.
b.
memassagekan payudaranya.
c.
menganjurkan ibu untuk mengeluarkan ASI dari bagian
depan payudara sehingga putting susu menjadi lunak.
4.
Menganjurkan ibu untuk banyak makan-makan yang
bergizi dan istirahat yang cukup.
5.
Beri Paracetamol 3x1/hari selama 10hari, Eritromisin
3x1/hari selama 10hari.
6.
Menganjurkan kunjungan ulang segera jika ada
keluhan.
VII.
EVALUASI
Ibu
mengatakan mengerti dengan penyuluhan yang di berikan, dan akan melakukan
perawatan pada payudara yang telah di anjurkan dan melakukan kunjungan ulang
jika ada keluhan.
2.7 Hasil Penelusuran
Jurnal Ilmiah
Mastitis adalah
peradangan pada jaringan internal ambing
atau kelenjar mammae oleh mikroba,
zat
kimiawi dan luka
akibat mekanis atau panas. Mastitis
juga merupakan penyakit yang umum terjadi pada peternakan
sapi perah di seluruh dunia
dan secara nyata menurunkan
produksi susu (BLOMQUIST, 2008; DUVAL, 1997;MCDONALD,2009;RAZA,2009). Mastitis
mikotik adalah penyakit mastitis yang disebabkan oleh
infeksi cendawan patogenik (kapang dan
khamir) (JAVIE dan NIKKI, 2003;
SPANAMBERG et al., 2009; CHAHOTA et al., 2001). Kasus ini biasanya terjadi akibat
pengobatan
antibiotika yang tidak
terkontrol dan lingkungan perkandangan, serta manajemen yang kurang baik
dan kotor.
Meskipun
mastitis mikotik prevalensinyakecil namun diperkirakan dapat mencapai 2 –3%
dari keseluruhan kasus mastitis.
Kasus mastitik mikotik
harus diwaspadai karena umumnya
bersifat subkinis dan kronis.
Mastitis pada sapi
perah mengakibatkan kerugian yang
besar dalam produksi susu,
kualitas dan komposisi susu, sehingga menimbulkan kerugian
ekonomi yang besar nilainya (MCDONALD, 2009; STANOJEVIC dan KRANJAJIC, 2009; THOMPSON et al., 1978; VESTWEBER dan LEIPOLD, 1995). Cendawan patogen
sebagai penyebab penyakit sering
dilupakan bila terjadi
kasus mastitis.
Umumnya pengobatan hanya diberikan antibiotika yang
efektif untuk membunuh bakteri
penyebab radang ambing tersebut, sehingga
pengobatan mastitis tidak tuntas bila
penyebab utamanya karena cendawan belum
dimusnahkan. Meskipun kasus-kasus mastitis
mikotik banyak terdapat di
berbagai belahan dunia
seperti di Inggris yang merupakan
masalah no. 3
terbesar pada sapi perah yang
cukup sulit pengendaliannya
(AINSWORTH dan AUSTWICK, 1959; UNIVERSITAS READING, 2009), namun di Indonesia sangat
jarang dipublikasikan (HASTIONOet al.,
1983;NATALI dan HASTIONO, 1985; SUDARWANTO, 1987).
Hasil
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011404 penelitian HASTIONO
et al. (1983), dari 25 ekor sapi
perah dan yang
22 ekor bergejala
klinis, diperoleh 100 sampel
air susu dengan
20
sampel
positif mengandung cendawan. Selanjutnya SUDARWANTO
(1987) pada peternakan rakyat
menemukan kasus mastitis mikotik pada sapi perah
di Bogor, Sukabumi dan
Cianjur. Dari 161
ekor sapi perah
dengan 65% menunjukkan gejala
klinis mastitis diperoleh 344 sampel air
susu dengan 33,7% positif ditemukan
cendawan (kapang dan khamir). Dua puluh
tiga tahun kemudian AHMAD dan GHOLIB (2011) melaporkan
dari 40 ekor sapi perah
dengan 2 ekor
yang bergejala klinis diperoleh
160 sampel air
susu dengan 60 sampel
mengandung cendawan. Cendawan patogen
tersebut dari 3 hasil penelitian di atas umumnya
didominasi oleh khamir Candida
sp. dan Saccharomyces sp. dengan prevalensi kasus pada
tahun 1983, 1987 dan
2010 secara berurutan:
20; 33,7 dan 37,5%.
Mengingat Indonesia
negara tropis yanglembab
dan hangat maka
cendawan akan mudah tumbuh.
Cemaran cendawan patogenik dan
toksigenik ditemukan pada bahan
pakan, pakan dan lingkungan (AHMAD, 2009). Hal ini memungkinkan
dapat terjadinya cemaran
di mana-mana, termasuk di
kandang sapi yang pada akhirnya dapat menginfeksi ambing
sapi. Kemungkinan pada tahun 2011 ini masih dapat ditemukan atau terus
bertambah jumlahnya karena umumnya
kasus mastitis mikotik ini tergolong mastitis subklinis.
Hanya saja mungkin belum dilaporkan
atau dipublikasikan kembali,
kemungkinan lain mungkin
tidak terdeteksi atau diketahui
oleh peternak.
Di
Bogor saja ditemukan kasus mastitis mikotik di Kebon Pedes
(AHMAD dan GHOLIB, 2011) Tujuan dari penulisan
ini untuk memaparkan pentingnya mastitis
mikotik, serta diharapkan menambah pengetahuan
tentang pengendalian mastitis secara
total sehingga pada
akhirnya kasus mastitis mikotik
di Indonesia dapat ditanggulang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar